I
love to read this article below, so I am interested to share and to open our
mind.
Last
but not least, LET US RESPECT EACH OTHER.
Regards,
zqzaki
=================================
Ini Uraian Mengapa Penetapan 1 Ramadhan Selalu Berbeda
TRIBUNnews.com – Kam,
19 Jul 2012
Laporan
Wartawan Tribun Timur, Thamzil Thahir
SEMENANJUNG
Arab adalah bentang daratan beralam kejam di siang hari, tandus dan kering.
Namun di malam hari, Arab adalah "surga" bagi para astronom. Langit
Arab di malam hari selalu indah.
Seperti
halnya China, sebagai bangsa dan peradaban tua, sastrawan Arab banyak
menyanjung langit di malam hari. Malam adalah inspirasi keindahan, sedangkan
siang diibaratkan "kekerasan."
Tak
mengherankan jika khasanah intelektual dunia soal astronomi banyak lahir di
tanah Arab. Gugusan bintang-bintang banyak lahir dari istilah Arab awal. Rasi
bintang Orion awalnya dikenal dengan Al-Jabbar, Taurus (Ath-Thawr), Canis Major
(Al-Kalb Al-Akbar), Canis Minor (Al-Kalb Al-Asghar), Leo (Al-Asad), Gemini
(At-Tawa'man), Scorpius (Al-'Aqrab), dan beberapa lainnya.
Inilah yang
menjelaskan, kenapa di banyak negara-negara Islam di Semenanjung Arab, seperti
Mesir, Syira, atau Yaman dalam memutuskan 1 Ramadhan, selalu merujuk ke Arab - ke
Tanah Haram, Mekkah.
Bahkan
Malaysia dan Jepang, yang jauh berada di tenggara Asia, pun senantiasa
berkiblat pada penentuan 1 Ramadhan atau Syawal di Mekkah. Langit Mekkah dan
Jeddah, selalu lebih terang. Rasi bintang di malam hari selalu terlihat lebih
jelas.
Perbedaan 1
Syawal dan 1 Ramadhan hanya soal cara sistem penghitungan belaka, serta kondisi
langit atau ufuk saat rukyah hilal.
Ingatkah
kita, di Indonesia, hampir 3 dekade di masa pemerintahan Soeharto yang begitu
kuat, perbedaan "cara" itu nyaris tak pernah ada. Itu karena
pemerintah kuat, dan masih punya otoritas dan kepercayaan.
Sementara
Indonesia umumnya menentukan sendiri, melalui pertemuan antara pemeritah dan
ormas-ormas Islam.
Dalam
perhitungan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, ada yang memakai Hisab dengan perhitungan
astronomi yang rumit, ada pula yang memakai Ru'yah atau melihat bulan/hilal.
Yang
pertama, mereka yang memakai sistem Hisab berpendapat bahwa melihat bulan
dengan memakai ilmu kalendering. Inilah yang selama ini jadi rujukan ormas
Muhammadiyah. Dengan rujukan ini, 1 Ramadhan 1455, atau di 22 tahun akan datang
(tahun 2034) mendatang, sudah bisa diketahui, atau disesuaikan dengan kalender
masehi.
Yang kedua,
dengan rukyah, jika bulan terlihat, itulah saat mulai berpuasa atau berbuka
puasa (Idulfitri). Inilah yang dipakai oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini
Kementerian Agama dan Ormas Nahdlatul Ulama (NU).
Pada Ru'yah
lokal, tiap penduduk melihat bulan sendiri-sendiri, sehingga tiap kota atau
tiap negara merayakan hari Idul Fitri masing-masing sehingga berbeda satu
negara dengan negara yang lain bahkan satu kota dengan kota yang lain.
Ada pun yang
memakai Ru'yah Global, ketika ada minimal 2 orang saksi yang dipercaya melihat
bulan, maka itulah awal Ramadhan atau awal Syawal. Rujukan yang terakhir ini biasanya
http://moonsighting.com/
Umumnya Tim
Ru'yah di Indonesia gagal melihat hilal (bulan muda), bukan karena mereka
"bodoh" atau minimnya peralatan, melainkan disebabkan karena langit berawan,
atau banyak partikel cahaya dari bumi. Inilah yang menyebabkan bulan muda
sering tertutup awan.
Selain itu,
Jawa yang merupakan pulau terpadat di dunia begitu terang oleh cahaya
lampu-lampu gedung dan rumah-rumah sehingga langit juga terlihat lebih terang
termasuk di Boscha. Akibatnya
sinar-sinar bintang dan bulan terganggu dan terlihat kecil dan redup.
Di Arab
sebaliknya. Langit tidak berawan. Dengan luas darat yang lebih besar daripada
Indonesia (2,4 juta km2) sedangkan jumlah penduduk cuma 1/5 pulau Jawa, banyak
daerah tak bertuan yang tidak berlampu. Gelap gulita...
Itulah mengapa
langit dan rasi bintang di Arab pada malam hari selalu lebih indah.
Langit tampak
hitam kelam, sedangkan bintang-bintang dan rembulan tampak lebih besar (sekitar
4 kali hingga 6 kali lipat daripada di Indonesia) dan lebih terang. Oleh karena
itu, hilal lebih mudah terlihat di sana.
Deputi
Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengungkapkan bahwa setelah
mengamati posisi bulan menyimpulkan jika nantinya akan ada potensi perbedaan
dalam penetapan 1 Ramadhan.
Dari
perjalanan bulan, diketahui bahwa pada maghrib akhir Sya'ban atau 19 Juli 2012
nanti bulan telah wujud atau tampak di Indonesia. Akan tetapi ketinggiannya
kurang dari imkan rukyat. Ketentuan Imkan rukyat menggunakan kriteria yang
disepakati yakni ketinggian bulan minimal 2 derajat.
Namun karena
pada 19 Juli 2012 bulan sudah wujud meskipun kurang dari 2 derajat, pengguna
hisab wujudul hilal akan menetapkan awal Ramadhan jatuh pada 20 Juli. Pengguna
hisab wujudul hilal ini di antaranya adalah Muhammadiyah.
Sedangkan
ormas yang menggunakan hisab imkan rukyat akan menetapkan 1 Ramadhan pada 21
Juli. Sementara itu, posisi hilal yang rendah tadi (antara 0-2 derajat) tidak
mungkin akan berhasil di-rukyat pada 19 Juli 2012.
Sehingga pengguna
rukyat kemungkinan besar menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 21 Juli. Pengguna
rukyat ini di antaranya adalah pemerintah dan NU (Nahdlatul Ulama).
Wallahu ‘alam.
REFERENCE :
http://id.berita.yahoo.com/ini-uraian-mengapa-penetapan-1-Ramadhan-selalu-berbeda-004921065.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar